Kali
ini aku ingin menuangkan sebuah tulisan yang menurut pendapatku tentang makna
dari “Tembok Yang Berdarah” disini kenapa aku menamakannya tambok yang
berdarah.
Ia
hidup, ia bernyawa, ia memiliki organ dan indra yang lengkap namun ia bisu akan
perasaan dan diam akan kericuan yang terjadi di depannya. Disini aku merasakan
bahwa aku bicara, bersama dengan tembok yang berdarah. Kenapa kebanyakan dari
mereka semua adalah orang yang peka’ atau tuli di bandingkan dengan orang yang
peka ?
Begitu
sulitnya tembok itu untuk bicara sebentar dan menanyakan “Ada apa?” “kenapa?”
terjadinya kericuan itu.. menangis, marah, atau merasa bersalahkah ketika
banyak orang yang merasa tersakiti akan keberadaannya? Ini tidak untuk “tembok
yang berdarah” itu sama sekali tidak.
Sifat
dan sikap diamnya itu sering kali membuat orang salah paham dan tak mengerti
akan kepolosan atau ke kotorannya yang terlihat terlukis di badannya.
Backgroun
cat-nya yang indah, namun kualitas cat-nya yang belum kita ketahui, sebelum
kita memakainya dan memperhatikan berapa lama keindahan itu bertahan. Tapi
sungguh kita sering tertipu akan cassing yang mereka tunjukan? Benar tidak?
Di
ibarakan, dan andai kata tembok berdarah ini adalah seorang pria yang sedikit
akan perasaan atau ekspresi yang harusnya ia ungkapkan agar orang
mengetahuinya. Seorang pria yang mana sikap dan pesona yang ia tunjukan tak
sesuai dengan harapan kita. Tak tahu dan tak mau untuk bertindak.
“Aku hidup tapi tak bisa kalian rasakan, aku nyata
tapi aku tak bisa menyatakan, dan aku terlihat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar